Widget HTML #1

Pembelajaran Berbasis Pendekatan Konstruktivisme

Sebagai produk dari jaman yang makin maju, sekolah beserta sistem pendidikan harus mau berubah serta memiliki sikap dinamis. Salah satunya adalah dengan mengadopsi pendekatan konstruktivisme.

Pendekatan Konstruktivisme merupakan salah satu upaya yang harus diapresiasi dalam merevolusi sistem pembelajaran yang ada. Nantinya siswa akan makin memahami materi pembelajaran serta menyadari konsep yang sedang dibahas, alih-alih hanya menghapal rumus atau formula saja. 

Daftar Isi:

Pengertian Konstruktivisime

Pengertian Pendekatan Konstruktivisme
konstruktivisme

Ada banyak sekali pengertian dan definisi mengenai konstruktivisime, pendekatan yang konstruktivistik, pembelajaran berbasis konstruktivisme atau pengajaran yang bersifat konstruktif. 

Definisi Konstruktivisme

Menurut Sanjaya 

Kontruktivistik adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman 

Menurut Glaserfeld

Glaserfied, seperti dikutip Yunus mengemukakan bahwa konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi (bentukan) diri sendiri. 

Memang pendapat ini lebih kepada landasan filosofi semata, tetapi keterkaitannya dengan pendekatan konstruktivisme sangatlah kental. 

Anita Woolfolk (2005) 

Definisi lebih khusus diutarkan Woolfolk. Ia mendefinisikan pendekatan konstruktivistik sebagai pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami.

Steffe dan Kieren (1995) 

Lebih jauh, Steffe dan Kieren mengungkapkan beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktivitas serta pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, dan untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.

Gagnon dan Collay (2001) 

Meskipun sudah cukup banyak pengertian konstruktivisme, namun apa yang dikemukakan Gagnon dan Collay juga harus dijadikan referensi yagn penting. 

Mereka menulis bahwa pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam kegiatan secara personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan.  

Masih dari sumber yang sama, seorang pengajar atau instruktur adalah menciptakan lingkungan belajar yang sering disebut sebagai “scenario of problem” yang mencerminkan adanya pengalaman belajar yang otentik atau nyata dan dapat diaplikasikan dalam sebuah situasi yang sesungguhnya. 

Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat dengan metode pembelajaran penemuan (discovery learning), dan konsep belajar bermakna (meaningful learning). Kedua metode belajar ini berada dalam konteks teori belajar kognitif. 

Peristiwa belajar akan berlangsung lebih efektif jika siswa berhubungan dengan objek yang sedang dipelajari dan ada di lingkungan sekitar. 

McCown, Driscoll, dan Roop 

Cruicshank menulis definisi lainnya yang disarikan dari pendapat beberapa ahli . Ia mengatakan bahwa siswa belajar dan membangun pengetahuan mereka manakala berupaya untuk memahami lingkungan yang ada disekitar mereka. Siswa bersentuhan langsung dengan objek atau peristiwa yang sedang dipelajari akan memberikan kemungkinan untuk membangun pemahaman yang baik tentang objek atau peristiwa. 

Belajar merupakan pemaknaan terhadap peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh individu. Siswa membangun pengetahuan baru melalui peristiwa yang dialami setiap saat. 

Pemberian makna terhadap pengetahuan diperoleh melalui akumulasi makna terhadap peristiwa yang dialami. 

Suherman

Di dalam kelas konstruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik menyelesaikan setiap masalah. 

Dalam kelas yang konstruktuvistik, seorang pengajar tidak mengajarkan kepada anaknya bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong (encourage) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Pada saat siswa memberikan jawaban, pengajar mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun pengajar mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa 

Duffy dan Cunningham

Duffy dan Cunningham dalam Jonassen (2001) mengemukakan dua hal yang menjadi esensi dari pandangan konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran, yakni: (1)   Belajar lebih diartikan sebagai proses aktif membangun daripada sekedar proses memperoleh pengetahuan. (2)   Pembelajaran merupakan proses yang mendukung proses pembangunan pengetahuan daripada hanya sekedar mengkomunikasikan pengetahuan. 

Mc Brien dan Brandt

Konstruktivisme  adalah suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penelitian berpendapat setiap individu membangun pengetahuannya dan bukan hanya menerima pengetahuan dari orang lain. (Sutardi, 2007)

Briner

Siswa membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide-ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan membangun intelektual yang sebelumnya ada. (Sutardi, 2007)

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivis adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.

Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran merupakan hasil dari usaha pelajar itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari pengajar kepada pelajar. 

Hal tersebut berarti siswa tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang  lama, dimana pengajar hanya menuangkan atau mentransfer ilmu kepada siswa tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari siswa itu sendiri.

Konsep Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme

Merrill mengemukakan asumsi-asumsi konstruktivisme adalah sebagai berikut:

  • Pertumbuhan konseptual datang dari negosiasi makna, pembagian perspektif ganda, dan perubahan bagi representasi internal kita melalui pembelajaran kolaboratif.
  • Pembelajaran harus disituasikan dalam seting yang realistis.
  • Pengujian harus diintegrasikan dengan tugas dan bukan sebuah aktivitas yang terpisah.
  • Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman.
  • Pembelajaran adalah sebuah interpretasi personal terhadap dunia.
  • Pembelajaran adalah sebuah proses aktif yang di dalamnya makna dikembangkan atas dasar pengalaman.

Hakikat Pendekatan Konstruktivisme

Konstruktivisme Sebagai Sebuah Pendekatan Pembelajaran

Harus dipahami bahwa pendekatan konstruktivisme adalah pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Jika ditelisik lebih dalam, maka dapat diakatakan jika konstruktivisme bukanlah  gagasan yang baru apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan pengetahuan yang dimiliki seseorang bersifat dinamis dan terus berkembang.

Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun dan terbangun dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berusaha mengorganisasikan pengalaman barunya berdasarkan pada kerangka kognitif yang sudah ada pada pikirannya. Dengan demikian pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari pengajar ke para murid. Analoginya, transfer ilmu sangat berbeda dengan transfer uang.

Satu hal yang harus dipahami terkait hal itu adalah, setiap siswa akan membangun konsep serta pemahamannya sendiri.

Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan dalam proses dalam pembelajaran dimana siswa aktif dalam mencari wawasan, ilmu dan keterampilan. Berlandaskan hal ini, maka jangan heran jika banyak orang menilai pendekatan konstruktivisme secara fundamental berbeda dengan pendekatan tradisional dimana pengajar adalah seseorang yang selalu mengikuti jawabanya.

Didalam kelas kostruktivisme para siswa diberdayakan oleh wawsan, keterampilan dan kesadaran  yang berada pada diri mereka. Mereka berbagi tips, trik, formula, konsep, strategi, dan penyelesaiannya dengan debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah.

Konsep Umum Pendekatan Konstruktivisme

Beberapa konsep umum pada pendekatan konstruktivisme, diataranya:

  • Pelajar aktif membina pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah ada.
  • Dalam satu konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
  • Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
  • Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran baru.
  • Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

Dengan berdasarkan kepada landasan konstuktif dari Piaget, Kamii (1989,1994) telah mendemonstrasikan bagaimana siswa-siswa sekolah dasar dapat menemukan prosedur sendiri dalam memecahkan soal-soal multidigit dalam bilangan cacah. Jadi dari penemuan ini berarti bahwa ketika para siswa tidak diajari algoritma seperti membawa dan meminjam pengetahuan mereka tentang bilangan dan nilai tempat jauh lebih unggul daripada siswa yang diajari konsep dan materi algoritma tersebut.

Werrington dan Kamii memperluas kerja ini pada kelas tinggi di level sekolah dasar dan menjelaskan suatu pendekatan pembelajaran pembagian dengan menggunakan pecahan tanpa mengajarkan  algoritma tentang mengali dan membagi. 

Di dalam kelas ini pengajar tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Terdengar cukup revolusioner memang, tetapi inilah jalan untuk memberi kesempatan peserta didik mengembangkan dan membangun konsep dalam pemikiran mereka.

Ketika siswa memberikan jawaban, pengajar tidak lansung membenarkan atau menyalahkan jawaban siswa tersebut, tapi ia mendorong siswa untuk saling bertukar pikiran atau ide sampai kesepakatan tercapai. Namun tetap saja guru wajib memberikan konklusi di akhir pembelajaran. 

Pada era Industri 4.0, seperti diungkapkan Prof Aslam, pendidikan juga harus bersedia untuk berubah dan mengikuti jaman. 

Landasan Filosofi

Selain bertumpu pada pandangan atau teori belajar konstruktivisime, pendekatan ini juga punya keterkaitan dengan stimulus respon khas aliran behavioristik serta beberapa metode pembelajaran seperti CTL dan Inkuiri. 

Penerapan pembelajran dengan mengutamakan proses konstruktif pada benak siswa sebenarnya juga mirip dengan apa yang menjadi intisasi dari filsafat Montessori.

Tujuan Pendekatan Konstruktivisme

Ada banyak sekali tujuan dari pendekatan pembelajaran berbasis filosofi konstruktivisime ini. Beberapa diantaranya sudah dikemukakan oleh para ahli. Berikut adalah alternatif yang lain : 

Membangun Kesadaran Siswa

Dengan landasan teori konstruktivisme sebagai pijakannya, pendekatan ini sangat cocok untuk membangun kesadaran murid akan pentingnya memahami, bukan sekedar menghapal semata.

Menanamkan Konsep Dasar

Jika hanya menghapal, siswa akan gagal untuk merasakan hakikat dari pendidikan itu sendiri. Dengan pendekatakan ini, maka murid tidak hanya berusaha sebagai penghafal, melainkan benar-benar menanamkan formula dasar di dalam dirinya.

Memotivasi Peserta Didik

Siswa akan termotivasi untuk menggapai target pembelajaran bahkan melebihinya. Inilah alasan kenapa pembelajaran konstruktif cocok untuk mencapai standar pendidikan yang lebih tinggi.

Membiasakan Belajar Mandiri

Belajar menjadi insan mandiri adalah salah satu upaya agar tetap eksis di zaman yang sarat dengan persaingan ini. Maka tidak salah jika tipe pendekatan ini yang dipilih.

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme

Implikasi Penerapan Pendekatan Konstruktivisme

Seperti yang dikutip dari (Knuth & Cunningham,1996), dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu: 

  1. Menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan. 
  2. Proses pmembelajaran yang ada dikaitkan dengan apa yang terjadi di dunia nyata.
  3. Kegiatan belajar mengajar selalu punya hubungan dengan pengalaman, dunia nyata dan hal-hal yang terjadi di lapangan. 
  4. Berpotensi meningkatkan motivasi anak-anak sebagai peserta didik untuk lebih memahami hal-hal yang mereka temui di dunia nyata.
  5. Proses belajar dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik; 
  6. Kegiatan belajar mengajar menggunakan barbagai sarana; 
  7. Pada akhirnya pendekatan ini memacu insting peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik 

Karakter Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme

Setiap pendekatan pembelajaran tentunya memiliki karakteristik dan prinsip tersendiri, begitu pula pendekatan konstruktivisme yang memiliki karakteristik dan prinsip pembelajaran tersendiri. Nuhadi (Yunus, 2009: 75) menyatakan delapan prinsip pembelajaran kontruktivis yakni sebagai berikut.

1. Melakukan hubungan yang bermakna.

2. Melakukan kegiatan yang signifikan

3. Belajar yang diatur sendiri.

4. Bekerja sama.

5. Berpikir kritis dan kreatif.

6. Mengasuh dan memelihara pribadi siswa.

7. Mencapai standar yang tinggi.

8. Menggunakan penilaian otentik

Pembelajaran yang berorientasi konstruktivis menekankan pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu siswa dapat belajar dari teman melalui kerja kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimuliasikan sedemikian rupa. Dengan demikian pengetahuan akan keterampilan akan didapat, perilaku akan terbentuk atas kesadaran sendiri.

Ciri Pembelajaran Konstruktivisime

Sedangkan menurut Hari Suderadjat (Sutadi, 2007: 133), pembelajaran kontruktivis memiliki beberapa karakteristik, antara lain :

  • Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.
  • Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan temannnya.
  • Pembelajaran generatif atau generative learning juga digunakan dalam pendekatan konstruktivis. Strategi ini mengajarkan siswa dengan metode spesifik untuk melakukan kerja mental menangani informasi baru.
  • Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, ynag memungkinkan mereka menemukan konsep baru.
  • Pemebelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis mempunyai visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang yang mampu mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.
  • Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran dengan bantuan guru.

Dalam memperoleh pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya pengalaman baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Pengalaman baru tersebut kemudian dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Jika pengalaman baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka terjadi ketidakseimbangan dalam struktuf kognitifnya.

Langkah  Pembelajaran Konstruktivis

Tahapan Konstrutivistik

Secara umum pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivis meliputi empat tahap. Keempat tahap tersebut menurut Horsley (Yunus, 2009:77) adalah tahap apersepsi (mengungkapkan konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa), tahap eksplorasi, tahap diskusi dan penjelasan konsep, tahap pengembangan aplikasi dan Aplikasi konsep.

Tahap I 

Guru mendorong siswa agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, pendidik memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep itu.

Tahap II

Guru memberi kesempatan siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang pendidik. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam sekelilingnya.

Tahap III

Guru membimbing dan membantu siswa dalam memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan pendidik, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.

Tahap IV 

Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah.

Guru Dalam Pembelajaran Konstruktivisme

Peran pendidik dan siswa dalam pembelajaran konstruktivis, dalam kegiatan belajar mengajar pendidik berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Menurut Paul Suparno (Sutadi, 2007:128) bagi siswa, pendidik pendidik berfungsi sebagai mediator, pemandu, dan sekaligus teman belajar. 

Dalam hal ini, pendidik dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuannya. Adapun siswa, dituntut aktif belajar dalam rangka mengkonstruksi pengetahuannya, karena itu siswa sendirilah yang harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.

Beberapa tugas pendidik dalam menjalankan fungsinya sebagai mediator dan fasilitator belajar, sebagai berikut :

  1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
  2. Menyediakan atau memberi kegiatan-kegitan yang merangsang keingintahuan dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide-ide ilmiah mereka
  3. Menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif.
  4. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa.
  5. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak. Pendidik menunjukkan atau mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Pendidik membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan yang dibuat oleh siswa.

Tugas pendidik yang terpenting, menghargai dan menerima pemikiran siswa apa pun adanya sambil menunjukkan apakah pemikiran itu jalan atau tidak. Oleh karena itu, pendidik harus menguasai bahan atau materi secara luas dan mendalam, sehingga dapat lebih fleksibel menerima gagasan siswa yang berbeda dan bervariasi.

Peran Guru

Julyan dan Duckworth (Sutardi, 2007:128) merangkum hal-hal penting yang perlu dikerjakan oleh pendidik konstruktivis sebagai berikut:

  1. Pendidik perlu mendengar sungguh-sungguh interprestasi siswa terhadap data yang ditemukan sambil menaruh perhatian khusus kepada keraguan, kesulitan, dan kebingungan setiap siswa.
  2. Pendidik perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas, pada hal-hal yang kontradiktif dan membingungkan siswa, pendidik akan menemukan bahwa konsep yang dipelajari itu mungkin sulit dan membutuhkan lebih banyak untuk mengkonstruksinya.
  3. Pendidik perlu tahu bahwa tidak mengerti adalah langkah yang penting untuk mulai menekunnya, ketidaktahuan siswa bukanlah suatu tanda yang jelek dalam proses belajar, melainkan langkah awal untuk mulai.

Berdasarkan uraian diatas, tugas pendidik pada pembelajaran berbasis pendekatan konstruktif ini harus lebih menjadi mitra yang aktif bersama, merangsang pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya, serta kritis menguji konsep yang diajukan oleh siswa. Oleh karena itu, dapatlah dirumuskan secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivistik adalah proses pembelajarn yang berpusatkan siswa atau student-centered.

Kewajiban Guru

  • Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif anak-anak dalam mengembangkan materi pelajaran. Menurut Brooks and Brooks, kemandirian dan inisiatif itu akan mendorong anak-anak untuk menghubungkan gagasan dan konsep. 
  • Mendorong anak-anak untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya. 
  • Memberi peluang kepada anak-anak untuk berpikir mengenai masalah yang dihadapi anak-anak. 
  • Memberi peluang kepada anak-anak untuk membangun jaringan konsep serta membentuk konsep yang benar. 
  • Menggunakan data mentah dan sumber utama (primary resources), untuk dikembangkan dan didiskusikan bersama-sama dengan anak-anak di kelas. 
  • Memberikan tugas kepada anak-anak untuk mengembangkan kualifikasi, analisis melakukan prediski terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan menciptakan konsep-konsep baru. Menurut Brooks and Brooks, analisis, interpretasi, prediksi, dan sintesa itu merupakan kegiatan mental yang membutuhkan kemampuan menghubungkan ke dalam teks dan konteks dna kemudian membentuk pemahaman.
  • Salah satu kebiasaan buruk guru adalah memberi tugas namun tidak dibahas. Sifat ini harus dihilangkan dengan segera.
  • Bersifat fleksibel terhadap response dan interpretasi anak-anak dalam masalah-masalah sosial, bersedia mengubah strategi pembelajaran yang tergantung pada minat anak-anak serta mengubah isi pelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi anak-anak. 
  • Memfasilitasi anak-anak untuk memahami konsep sambil mengembangkannya melalui dialog dengan anak-anak. Model latihan soal dalam Lembar Kerja Anak-anak (LKS) yang sifatnya test objektif dan hanya menghendaki jawaban tunggal juga tidak akan bermanfaat bagi pengajaran kostruktivistik. 
  • Menghindari penggunaan alat test untuk mengukur keberhasilan anak-anak. Evaluasi bersifat on going, dilakukan secara komprehensif, dan pertanyaan yang bersifat terbuka akan mendorong anak-anak untuk saling bertanya satu sama lain. Seorang pendidik IPS yang konstruktivistik adalah yang berusaha untuk menghindari penggunaan alat test sebagai satu-satunya alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan anak-anak. Jika seorang pendidik mengajukan pertanyaan dengan tujuan hanya memperoleh satu jawaban yang benar, bagaimana anak-anak dapat diharapkan mampu mengembangkan minat dan keterampilannya dalam menganalisis yang diperlukan untuk proses selanjutnya.

Aspek Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme

Konstruksi pengetahuan merupakan proses berpikir, menelaah, menganalisa dan menafsirkan tentang suatu peristiwa yang dialami. Oleh karenanya pengetahuan yang dimiliki oleh individu merupakan pengetahuan yang bersifat unik pula dan bisa saja berbeda dengan orang yang lain meski sama-sama belajar materi yang sama.

Proses belajar dalam diri individu dapat dikatakan telah terjadi apabila pengetahuan yang dimiliki dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman baru secara utuh, lengkap, dan lebih baik dari pada sebelumnya. 

Siswa perlu mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru merupakan hal yang prinsip untuk membangun ilmu pengetahuan. 

Tujuan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran adalah agar siswa memiliki kemampuan dalam menemukan, memahami, dan menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah dipelajari. 

Model pembelajaran yang dipilih untuk mendampingi pendekatan konstruktivisme haruslah sessuai dan tidak bertentangan.

Prinsip Implementasi Dalam Pembelajaran

Implementasi pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal komponen penting sebagai berikut: 

  • Belajar aktif (active learning), 
  • Para murid terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional 
  • Proses belajar mengajar akan menjadi semakin menarik.
  • Anak-anak harus mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya.
  • Siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari, 
  • Pendidik lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan, 
  • Pendidik tidak lagi berperan sebagai orang yang menyiapkan diri untuk melakukan presentasi pengetahuan di depan kelas, tetapi merancang dan menciptakan pengalaman-pengalaman belajar (learning experiences) yang dapat membantu siswa memberi makna terhadap konsep-konsep dan ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari. 

Saran Praktis Terkait Pembelajaran Konstuktivisme

Newby dkk. (2000) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut: 

  1. Berikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan belajar dalam konteks nyata. Belajar terjadi manakala siswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam mengatasi suatu permasalahan.
  2. Ciptakan aktivitas belajar kelompok. Belajar merupakan sebuah proses yang berlangsung melalui interaksi sosial antara pendidik dan siswa dalam menggali dan mengaplikasikan kombinasi pengetahuan yang telah mereka miliki.
  3. Ciptakan model dan arahkan siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan. Pendidik dan siswa bekerja bersama untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan.

Saran Penerapan Pendekatan Konstruktivisme

  • Prof. Anita Lee dari Universitas Widya Mandala pernah mengungkapkan bahwa di masa depan, perebutan SDA akan sangat sering terjadi. Siswa bisa dipersiapkan dengan merespon dan membangun konsep yang berkaitan dengan isu-isu terkini semacam itu.
  • Memanfaatkan teknologi informasi untuk membantu siswa mengkonstruksi konsep-konsep abstrak yang ada di materi sekolah. 
  • Isu seperti pemerataan dan hubungan antara pendidikan dengan nasionalisme juga pernah diungkapkan Ki Hajar Dewantara. Tak ada salahnya untuk berefleksi kembali dengan nilai-nilai luhur para pendahulu bangsa. 
  • Hasil dari konstrukti konsep yang dilakukan siswa harusnya diwujudkan dalam karya tulis. Siswa bisa diminta menuangkan gagasan yang mereka punya dalam bentuk esai. 

Bacaan Lebih Lanjut

Tertarik dengan isu pendidikan? Esai Edukasi punya banyak sekali artikel tentang pembelajaran, parenting dan metode terkini yang mungkin saja akan sayang jika dilewatkan. 

Guritno Adi
Guritno Adi Penulis adalah seorang praktisi, inovator dan pemerhati pendidikan. Memiliki pengalaman terjun di dunia pendidikan sejak 2007. Aktif menulis di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Blog yang sedang Anda baca adalah salah satu situs miliknya. Memiliki kerinduan untuk melihat generasi muda menjadi generasi pemenang yang siap menyongsong era Industri 4.0

Posting Komentar untuk "Pembelajaran Berbasis Pendekatan Konstruktivisme"