PROFIL PELAJAR PANCASILA VS 8 DIMENSI PROFIL LULUSAN
Lagi-lagi, pemerintah melalui kementrian pendidikan dasar dan menengah membuat gebrakan. Kementrian yang dikomandoi oleh Bapak Mu'ti itu menelorkan sebuah kebijakan baru yang bisa dikatakan sangat revolusioner di luar tetapi tiada beda di dalam. Kebijakan yang dimaksud adalah dengan merilis 8 dimensi profil lulusan.
Perkara lahirnya 8 dimensi profil lulusan ini cukup aneh bin ajaib memang karena sampai saat ini kita sudah punya Profil Pelajar Pancasila yang sebetulnya juga tidak kalah mulia dan adiluhur. Telebih lagi, Profil Pelajar Pancasila ini benar-benar belum diaplikasikan merata. Masih ada sekolah yang baru pada tahap awal implementasi, tetapi kemudian sudah berubah.
Inikah potret pendidikan kita, yang tiap ganti mentri ganti kurikulum, meski pada dasarnya sampai saat ini Indonesia masih menjalankan kurikulum merdeka yang belum juga terimplementasi merata?
Adu jargon di media sosial memang tidak cukup keras, tidak seekstrem duel digital antar pendukung capres saat pemilu lalu, tetapi selayaknya cukup mendapat perhatian bahwa negeri ini memang suka ngebut, suka ngegas walau juga tidak tahu arah mana yang sebenarnya dituju.
Lahirnya 8 Dimensi Profil Lulusan alih- alih melanjutkan implementasi Profil Pelajar Pancasila membuat masyarakat makin percaya, tidak ada yang ajeg dan firm dalam urusan pembelajaran dan pendidikan, terlebih kurikulum.Sekilas Mengenai 8 Dimensi Profil Lulusan
Landasan hukum dari 8 Dimensi Profil Lulusan adalah Permendikdasmen No 10 Tahun 2025 yang secara terang benderang menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu ke 8 dimensi yang baru saja dirilis, yakni:
- keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
- kewargaan;
- penalaran kritis;
- kreativitas;
- kolaborasi;
- kemandirian;
- kesehatan
- komunikasi.
Sungguh mulia dan sangat membuat semua orang berdecak kagum, jika memang nantinya pelajar Indonesia yang sudah lulus bisa menguasai delapan dimensi ini. Benar sekali, mereka akan jadi insan yang luar bisa dan membuat semua warga dunia lain ketar-ketir.
Sekilas Profil Pelajar Pancasila
Sebelumnya, di bawah Mas Mentri Nadiem Makarim satuan pendidikan yang sudah bertransformasi memakai Kurikulum Merdeka menggunakan Profil Pelajar Pancasila sebagai standar kompetensi.
Profil Pelajar Pancasila sendiri menggunakan ketetapan dari masa Pak Nadiem. Hadirnya Permendikdasmen No 10 Tahun 2025 juga mengakhiri eksistensi Permendikbud No 5 tahun 2022 sekaligus mempengaruhi berbagai ketetapan lain yang masih punya kaitannya seperti Permendikbud No 22 Tahun 2020.
Tidak 'segemuk' Profil Lulusan ala Mentri Mu'ti, Profil Pelajar Pancasila hanya terdiri dari 6 dimensi saja, yakni:
- beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia,
- mandiri,
- bergotong-royong,
- berkebinekaan global,
- bernalar kritis, dan
- kreatif.
Kok mirip? Iya memang! Jadi jangan heran kalau disebut Profil Lulusan yang bercabang 8 itu adalah pengembangan atau pembaharuan dari Profil Pelajar Pancasila. Tetapi tidak berhenti sampai 'hanya menambah 2 dimensi saja', hadirnya Profil Lulusan yang baru, akan berdampak total pada administrasi guru, perubahan struktur dan kerangka kurikulum, termasuk juga Projek P5 yang bahkan belum semua sekolah di tanah air melaksanakannya. (Selengkapnya tentang Projek P5 bisa dilihat di postingan Buku Tunas Pancasila Projek P5 dan P5BK)
Perlu diketahui dalam Merdeka Belajar dan Kurmer, penguatan karakter di-split, sehingga siswa mendapatkan setidaknya 2 jenis rapor, yakni akademik dan rapor P5. Adapun rapor P5 mengacu pada pelaksanaan Projek P5 di satuan pendidikan.
PROFIL PELAJAR PANCASILA VS 8 DIMENSI PROFIL LULUSAN
Jika memang tujuannya manusia muda Indonesia bisa jadi manusia super, kenapa tanggung-tanggung. Kenapa hanya 8 dimensi saja yang disyaratkan menjadi standar profil lulusan. Padahal asal tahu saja, kita sudah punya suatu acuan yang jauh lebih ideal untuk digunakan: Dasadharma Pramuka.
Bisa kita lihat dalam isi Dasadharma berikut, sungguh mulia, ideal, detail dan lebih lugas.
ISI DASADHARMA PRAMUKA:
- Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
- Patriot yang sopan dan kesatria
- Patuh dan suka bermusyawarah
- Rela menolong dan tabah
- Rajin, terampil, dan gembira
- Hemat, cermat, dan bersahaja
- Disiplin, berani, dan setia
- Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
- Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan
PENJABARAN DASADHARMA PRAMUKA:
Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Seorang Pramuka percaya dan tunduk kepada kehendak Tuhan, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
Menjaga lingkungan hidup, melindungi hewan dan tumbuhan, serta menjalin hubungan baik dengan semua orang tanpa membeda-bedakan.
Patriot yang sopan dan kesatria
Cinta tanah air, menghargai jasa pahlawan, bersikap sopan, dan berani membela kebenaran serta keadilan.
Patuh dan suka bermusyawarah
Taat pada peraturan, orang tua, guru, pemimpin, dan bersedia berdiskusi atau mencari solusi bersama.
Rela menolong dan tabah
Siap membantu siapa pun dengan ikhlas tanpa pamrih, serta tegar menghadapi kesulitan dan tantangan hidup.
Rajin, terampil, dan gembira
Selalu giat belajar dan bekerja, memiliki keterampilan hidup yang berguna, serta menjalani kehidupan dengan semangat positif.
Hemat, cermat, dan bersahaja
Tidak boros, bijak dalam menggunakan sumber daya, dan hidup sederhana meskipun mampu.
Disiplin, berani, dan setia
Tertib dalam segala hal, tidak mudah takut, dan setia terhadap janji, tugas, dan cita-cita.
Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
Melaksanakan tugas dengan baik dan penuh tanggung jawab, serta jujur dan dapat diandalkan.
Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan
Menjaga hati tetap bersih dari kebencian dan iri, berbicara dengan sopan dan benar, serta bertindak dengan niat baik dan mulia.
Mungkin dalam kesempatan lain, esaiedukasi akan membuat artikel tentang Profil Lulusan Ala Mentri Mu'ti Vs Dasadharma Pramuka. Namun saat ini, mari fokus pada perbandingan antara Profil Pelajar Pancasila Vs 8 Dimensi Profil Lulusan.
Baca juga: Apa itu Kurikulum Cambridge yang makin diminati oleh banyak orang tua Milenial dan GenZ?
Perbandingan Mendalam antara Profil Pelajar Pancasila dan 8 Dimensi Profil Lulusan
Abdul Mu'ti |
1. Konteks dan Latar Regulasi
Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka. Ia mengedepankan enam dimensi karakter: beriman & bertakwa, bergotong royong, bernalar kritis, berkebinekaan global, mandiri, dan kreatif.
Sementara itu, Profil Lulusan 8 Dimensi (P8) muncul sebagai pengembangan dari kerangka P5. Melalui Permendikdasmen No. 10 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Mendikdasmen Abdul Mu’ti, regulasi ini menetapkan delapan dimensi baru sebagai acuan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di semua jenjang pendidikan.
2. Komposisi Dimensi: P5 vs P8
No. | P5 – 6 Dimensi (Karakter) | P8 – 8 Dimensi (SKL) |
---|---|---|
1 | Beriman & Bertakwa | Keimanan & Ketakwaan kepada Tuhan YME (spiritual) |
2 | Bergotong royong | Kewargaan (cinta tanah air, keberagaman, persatuan) |
3 | Bernalar kritis | Penalaran Kritis (logis, analitis, argumentatif) |
4 | Berkebinekaan global | Kreativitas (inovatif, solutif) |
5 | Mandiri | Kolaborasi (peduli, berbagi, bekerja sama) |
6 | Kreatif | Kemandirian (berinisiatif, adaptif) |
7 | - | Kesehatan (fisik & mental sehat, bersih, berkontribusi) |
8 | - | Komunikasi (membaca, berbicara, menulis secara etis) |
3. Motivasi Transformasi
Pergeseran dari P5 ke P8 bukanlah penghapusan, melainkan pengembangan nilai-nilai karakter menjadi kerangka SKL yang lebih menyeluruh. P8 menambahkan dua dimensi penting: Kesehatan dan Komunikasi, yang sebelumnya tidak ditegaskan secara eksplisit dalam P5. Perubahan ini tetap berpijak pada semangat Kurikulum Merdeka namun mengakomodasi kebutuhan belajar abad ke-21.
4. Perbedaan Filosofis dan Praktis
P5 berfokus pada karakter dan nilai-nilai kebangsaan, sangat sesuai untuk pendidikan dasar dan menengah, dan dilaksanakan melalui kegiatan berbasis proyek. Sementara itu, P8 memadukan aspek spiritual, sosial, intelektual, dan fisik secara eksplisit, serta memberikan kerangka kerja yang lebih konkrit bagi satuan pendidikan untuk menyusun pembelajaran dan penilaian.
5. Tantangan dan Peluang Implementasi
Peluang:
- Memberikan panduan yang lebih lengkap bagi guru dan sekolah.
- Mendukung pembelajaran bermakna dan holistik (deep learning).
- Menjawab kebutuhan nyata peserta didik dalam menghadapi kehidupan dan dunia kerja.
Tantangan:
- Membutuhkan pelatihan guru dan adaptasi kurikulum lokal.
- Menuntut strategi asesmen baru yang kontekstual dan otentik.
- Perlu menjaga semangat nilai Pancasila tetap hidup dalam setiap dimensi baru.
Perluasan Profil Pelajar Pancasila?
Perubahan dari Profil Pelajar Pancasila (P5) ke Profil Lulusan 8 Dimensi (P8) merupakan bentuk pematangan arah pendidikan nasional. Ia tidak menghapus karakter, melainkan memperluasnya ke dalam kerangka SKL yang lebih komprehensif dan fungsional. Pendidik di semua jenjang perlu membaca perubahan ini secara bijak: bukan hanya sebagai dokumen formal, tetapi sebagai undangan untuk membentuk generasi yang utuh, beriman, sehat, cerdas, komunikatif, dan penuh integritas.
Antara Ideal dan Realitas: Mengulas Profil Pelajar Pancasila dan 8 Dimensi Profil Lulusan
Ketika dunia pendidikan Indonesia mulai beradaptasi dengan Kurikulum Merdeka, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperkenalkan Profil Pelajar Pancasila (P5), sebuah konsep yang diklaim sebagai cerminan nilai-nilai luhur bangsa. Namun belum genap beberapa tahun P5 dijalankan secara utuh, publik pendidikan kembali disodori kerangka baru: 8 Dimensi Profil Lulusan (mari sebut saja P8) sebagaimana tertuang dalam Permendikdasmen No. 10 Tahun 2025.
Munculnya P8 tak pelak menimbulkan tanya: apakah P5 sudah gagal? Ataukah kita sedang menyaksikan wajah kebijakan pendidikan yang terlalu gemar berganti topik sebelum satu gagasan selesai diuji dan dirasakan dampaknya secara konkret?
Memahami Isi Kedua Profil
P5 menekankan enam karakter utama: beriman dan bertakwa, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, kreatif, dan berkebinekaan global. Keseluruhannya bersifat normatif dan idealistik, mirip seperti nilai-nilai yang telah sejak lama diajarkan dalam pendidikan karakter di Indonesia.
Sementara itu, P8 membawa delapan dimensi yang tampak lebih teknokratik dan rinci: keimanan dan ketakwaan, kewargaan, kolaborasi, penalaran kritis, kreativitas, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi. Dua dimensi baru yang paling mencolok—kesehatan dan komunikasi—dianggap sebagai respons terhadap tuntutan zaman, namun kehadirannya juga menimbulkan kesan bahwa dimensi lama dianggap belum cukup relevan atau efektif.
Pergeseran atau Pelarian?
Secara retoris, Kementerian menyatakan bahwa P8 bukanlah pengganti P5, melainkan penguatan. Namun di lapangan, guru dan kepala sekolah justru mengartikan ini sebagai "penguburan diam-diam" terhadap P5. Jika benar ini adalah penguatan, mengapa tidak disusun sebagai penambahan elemen dalam P5, bukan kerangka baru yang berbeda nama, struktur, dan penekanan?
Kondisi ini mengundang kekhawatiran: apakah setiap kali ganti pejabat atau pemikiran, kurikulum harus ikut berganti arah pula? Bukankah dunia pendidikan membutuhkan stabilitas untuk membentuk budaya belajar yang mendalam, bukan sekadar mengejar keindahan konsep?
Dimensi Baru, Masalah Lama
Memasukkan kesehatan dan komunikasi sebagai dimensi lulusan tentu bukan ide yang buruk. Namun tantangannya tetap sama: bagaimana cara menerapkannya secara konsisten, merata, dan terukur di lapangan? Dalam pengalaman implementasi P5, banyak guru kesulitan menghubungkan proyek karakter dengan kegiatan pembelajaran reguler. Belum lagi persoalan minimnya pelatihan yang substansial.
Sekarang, dengan P8, guru dituntut lebih banyak lagi: mengintegrasikan kesehatan fisik dan mental, serta komunikasi lintas media, ke dalam proses belajar—tanpa tambahan waktu, sumber daya, atau pelatihan yang memadai. Apakah ini masuk akal?
Skeptisisme yang Wajar
Bukan berarti para pendidik tidak ingin perubahan. Namun kegemaran mengganti istilah, memunculkan kerangka baru, dan menciptakan jargon-jargon tanpa pematangan justru melemahkan kepercayaan publik. Apalagi jika perubahan kebijakan lebih mencerminkan semangat birokrasi daripada kebutuhan riil di ruang kelas.
Mengubah arah kompetensi lulusan semestinya dilakukan dengan evaluasi terbuka, penjelasan publik, dan transparansi nalar kebijakan. Sayangnya, transisi dari P5 ke P8 lebih terlihat seperti keputusan yang terburu-buru, dibandingkan hasil refleksi mendalam atas praktik pendidikan yang sedang berjalan.
Kesimpulan: Masih Jalan Panjang
Profil Pelajar Pancasila dan 8 Dimensi Profil Lulusan seharusnya tidak menjadi bahan saling menggantikan, melainkan harusnya bersinergi dalam satu sistem pendidikan yang berkesinambungan. Namun dalam praktiknya, tampaknya kita terlalu cepat mengganti pakaian sebelum mengenakan yang lama dengan benar.
Skeptisisme terhadap P8 bukanlah penolakan terhadap gagasannya, melainkan keraguan terhadap konsistensi implementasinya. Dunia pendidikan tidak butuh konsep yang selalu baru, tetapi komitmen yang ajeg dan pembinaan yang sungguh-sungguh.
Posting Komentar untuk "PROFIL PELAJAR PANCASILA VS 8 DIMENSI PROFIL LULUSAN"