Widget HTML #1

Apa Itu Asesmen Diagnostik?

Mengupas Tuntas Asesmen Diagnostik Sebagai Kunci Awal Pengajaran yang Efektif

pengertian asesmen diagnostik
pengertian asesmen diagnostik

Bayangkan Anda sedang mengajar di kelas yang baru. Di depan Anda ada dua puluh hingga tiga puluh anak dengan latar belakang, kemampuan, dan gaya belajar yang berbeda. Namun Anda hanya punya satu rencana pelajaran yang sama untuk semuanya. Apakah itu efektif? Di sinilah asesmen diagnostik menjadi alat yang tidak tergantikan bagi guru masa kini.

Dalam dunia pendidikan yang terus berubah dan menuntut pendekatan yang semakin personal, pemahaman mendalam terhadap siswa sejak awal adalah fondasi penting. Artikel ini akan membahas apa itu asesmen diagnostik, kapan harus memberikannya, jenis-jenis asesmen diagnostik, dan tentu saja disertai contoh asesmen diagnostik yang bisa langsung Anda adaptasi di kelas.

Apa Itu Asesmen Diagnostik?

Asesmen diagnostik adalah penilaian awal yang dilakukan oleh guru sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, dengan tujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan, keterampilan, miskonsepsi, atau kesulitan belajar yang dimiliki siswa terkait materi tertentu.

Berbeda dengan asesmen formatif atau sumatif, asesmen diagnostik tidak ditujukan untuk memberi nilai, melainkan memberi gambaran awal bagi guru mengenai kondisi akademik peserta didik. Dengan kata lain, ini adalah semacam cek suhu sebelum mengobati pasien.

Mengapa Asesmen Diagnostik Penting bagi Guru?

Bagi guru, asesmen diagnostik ibarat peta jalan. Tanpa asesmen ini, guru berisiko meraba-raba dalam menentukan strategi mengajar. Beberapa manfaat penting dari asesmen diagnostik antara lain:

  • Mengetahui kesiapan belajar siswa
  • Mengidentifikasi siswa yang membutuhkan bantuan lebih awal
  • Mendeteksi miskonsepsi siswa tentang topik tertentu
  • Menyesuaikan metode dan materi pembelajaran
  • Meningkatkan efektivitas pengajaran

Kapan Harus Memberikan Asesmen Diagnostik?

Waktu terbaik untuk memberikan asesmen diagnostik adalah sebelum memulai topik atau unit baru. Artinya, ini bisa dilakukan:

  • Di awal semester atau tahun ajaran
  • Saat akan memasuki bab penting dalam silabus
  • Setelah liburan panjang untuk mengevaluasi retensi pengetahuan siswa
  • Ketika menghadapi kelas baru atau pindahan

Dengan melakukan asesmen diagnostik pada waktu yang tepat, guru bisa menghemat waktu pengajaran dan langsung fokus pada area yang benar-benar dibutuhkan siswa.

Jenis-Jenis Asesmen Diagnostik

Berikut adalah beberapa jenis asesmen diagnostik yang umum digunakan oleh guru:

  • Tes Pilihan Ganda Ringan: Berisi 5–10 soal yang menilai pemahaman dasar. Cepat dan mudah dievaluasi.
  • Kuis Kecil (Pre-Test): Berfungsi sebagai pemanasan otak siswa dan mengecek pengetahuan awal mereka.
  • Pertanyaan Terbuka: Menggali pemahaman konseptual dan penalaran siswa.
  • Mind Mapping: Siswa membuat peta konsep berdasarkan topik yang akan dibahas.
  • Observasi dan Diskusi Kelompok: Bentuk non-tes yang mengungkap cara berpikir siswa melalui percakapan.
  • Jurnal Refleksi: Siswa menulis apa yang mereka ketahui atau rasakan sebelum pelajaran dimulai.

Contoh Asesmen Diagnostik dalam Berbagai Mata Pelajaran

  • Bahasa Indonesia: Tulis satu paragraf pendek yang mendeskripsikan suasana pasar tradisional.
  • Matematika: Kerjakan soal 2/3 + 1/4. Guru dapat melihat siswa yang bingung dalam menyamakan penyebut.
  • IPA: Mengapa es bisa mencair saat diletakkan di luar kulkas? Jelaskan.
  • IPS: Ceritakan satu pengalaman ketika kamu bekerja sama dalam kelompok. Apa peranmu?

Asesmen Diagnostik di Berbagai Jenjang Pendidikan

  • PAUD: Pengenalan huruf – guru menunjukkan kartu huruf dan meminta anak menyebutkannya.
  • SD: Penjumlahan bilangan – siswa menyelesaikan soal sederhana seperti 7 + 5.
  • SMP: Sistem pernapasan – pertanyaan seperti "Apa fungsi paru-paru dalam tubuh manusia?"
  • SMA: Fungsi kuadrat – siswa diminta menggambar grafik berdasarkan rumus sederhana.

Dasar Hukum Asesmen Diagnostik

Penerapan asesmen diagnostik di Indonesia didukung oleh kebijakan resmi dari pemerintah. Salah satunya tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 21 Tahun 2022 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam Pasal 4 ayat (3), dijelaskan bahwa pendidik perlu melakukan asesmen untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik sebelum memulai pembelajaran.

Isi Permendikbudristekdikti No 21 tahun 2022

Ini menunjukkan bahwa asesmen diagnostik bukan hanya praktik baik secara pedagogis, tetapi juga bagian dari regulasi pendidikan nasional yang harus diterapkan di sekolah. Secara lebih khusus, asesmen diagnostik harus diterapkan pada satuan pendidikan yang telah mengadopsi Kurikulum Merdeka

Apakah Asesmen Diagnostik Sama dengan Pretest?

Pertanyaan ini cukup sering muncul di kalangan guru: apakah asesmen diagnostik sama dengan pretest? Jawabannya: tidak selalu.

Pretest biasanya lebih fokus pada soal-soal kognitif yang menguji pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran. Bentuknya sering kali berupa tes tertulis atau kuis.

Sementara itu, asesmen diagnostik memiliki cakupan yang lebih luas. Selain pengetahuan, asesmen ini juga dapat menggali kemampuan berpikir, motivasi belajar, dan miskonsepsi siswa. Bentuknya tidak terbatas pada soal pilihan ganda, tetapi bisa berupa wawancara, diskusi, atau pengamatan perilaku belajar.

Dengan kata lain, setiap pretest bisa disebut asesmen diagnostik, tapi tidak semua asesmen diagnostik adalah pretest. Maka penting bagi guru untuk memilih bentuk asesmen yang tepat sesuai kebutuhan.

Dua Bentuk Asesmen Diagnostik: Kognitif dan Non-Kognitif

Perlu diketahui bahwasanya asesmen diagnostik tidak melulu mengukur pemahaman siswa akan suatu materi melalui pemberian tes tertulis. Selama ini, banyak guru mungkin lebih familier dengan asesmen yang berisi soal pilihan ganda atau uraian singkat sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami topik tertentu. Padahal, pemetaan kondisi awal siswa tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan semata

Kemampuan akademik memang penting, tetapi bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan belajar. Di sinilah pentingnya memahami bahwa asesmen diagnostik memiliki cakupan yang lebih luas daripada sekadar "pretest"

Asesmen diagnostik juga dapat mengambil bentuk-bentuk lain, seperti wawancara, diskusi ringan, atau jurnal reflektif yang mengeksplorasi motivasi, minat, hingga kecemasan siswa saat awal memasuki topik pembelajaran

Bentuk-bentuk ini dikenal sebagai asesmen diagnostik non-kognitif. Dengan memadukan pendekatan kognitif dan non-kognitif, guru dapat memperoleh gambaran yang lebih utuh tentang kesiapan belajar siswa. Maka, penting bagi setiap pendidik untuk memahami kedua jenis asesmen ini agar strategi pembelajaran yang disusun menjadi lebih efektif, empatik, dan tepat sasaran.

Dua Bentuk Asesmen Diagnostik: Kognitif dan Non-Kognitif

Dalam pelaksanaannya, asesmen diagnostik terbagi menjadi dua bentuk utama, yaitu asesmen kognitif dan asesmen non-kognitif. Keduanya saling melengkapi dan memberi gambaran utuh tentang kondisi peserta didik sebelum proses pembelajaran dimulai.

1. Asesmen Diagnostik Kognitif

Asesmen diagnostik kognitif bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman, pengetahuan awal, dan keterampilan akademik siswa terkait materi pelajaran tertentu. Umumnya berupa soal-soal tertulis.

2. Asesmen Diagnostik Non-Kognitif

Asesmen non-kognitif menilai aspek-aspek di luar kemampuan akademik, seperti motivasi belajar, minat siswa, atau kecemasan belajar. Bentuknya bisa berupa kuesioner, jurnal refleksi, atau observasi langsung.

Dengan memahami dan menerapkan keduanya, guru bisa menyusun pendekatan pengajaran yang lebih tepat dan menyeluruh.

Kesalahan Umum dalam Asesmen Diagnostik yang Perlu Dihindari

  • Menjadikannya seperti ulangan biasa yang diberi nilai
  • Menggunakan soal yang terlalu sulit atau di luar jangkauan siswa
  • Tidak menindaklanjuti hasilnya dalam perencanaan mengajar
  • Hanya fokus pada aspek kognitif, padahal motivasi dan emosi belajar juga penting

Asesmen Diagnostik adalah Titik Awal Pembelajaran yang Bermakna

Pengertian Asesmen Kognitif Waktu Pelaksanaan 2 Bentuk Asesmen Diagnostik Perbedaan dengan Asesmen Sumatif dan Formatif Tujuan Asesmen Diagnostik
Asesmen kognitif adalah bentuk penilaian yang mengukur pemahaman, pengetahuan awal, dan keterampilan akademik siswa terhadap materi pelajaran. Dilakukan sebelum pembelajaran dimulai, terutama saat memasuki topik atau bab baru. Kognitif: Mengukur aspek akademik seperti konsep, hitungan, pemahaman materi.
Non-Kognitif: Mengeksplorasi aspek non-akademik seperti motivasi, minat belajar, atau kecemasan siswa.
Sumatif: Dilakukan di akhir pembelajaran untuk menilai hasil belajar siswa.
Formatif: Dilakukan saat proses belajar berlangsung untuk memberikan umpan balik.
Diagnostik: Dilakukan sebelum pembelajaran untuk mengetahui kondisi awal siswa.
Memberikan gambaran awal tentang kesiapan belajar siswa, mengidentifikasi miskonsepsi, menyesuaikan strategi pengajaran, serta membantu guru merancang pembelajaran yang tepat sasaran.

Sebagai guru, kita bukan hanya penyampai materi, tapi juga arsitek pengalaman belajar siswa. Dengan memulai pengajaran melalui asesmen diagnostik, kita telah menunjukkan bahwa kita peduli pada kebutuhan mereka, bukan hanya kurikulum.

Kini, saatnya Anda mengambil langkah. Evaluasi kembali bagaimana Anda memulai setiap unit pelajaran. Sudahkah Anda tahu di mana posisi siswa Anda berdiri sebelum mereka berlari?

Gunakan asesmen diagnostik dengan cerdas dan jadikan setiap pembelajaran lebih tepat sasaran, bermakna, dan menyenangkan!

Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat, bagikan pada rekan guru Anda dan mulai diskusi: Sudahkah kita benar-benar mengenal siswa kita sebelum mengajar?

Notes: Ada 3 jenis asesmen, yakni Diagnostik, Formatif dan Sumatif. Untuk lebih jelasnya megnenai dua asesmen lainnya, silahkan baca perbedaan asesmen formatif dan sumatif. Lihat infografis di bawah ini mengenai ketiga jenis asesmen dalam kurikulum merdeka.

INFOGRAFIS 3 JENIS ASESMEN DALAM KURIKULUM MERDEKA
INFOGRAFIS 3 JENIS ASESMEN DALAM KURIKULUM MERDEKA

Asesmen Diagnostik sebagai Materi dalam Program Guru Penggerak

Karena begitu pentingnya pelaksanaan asesmen diagnostik, maka materi ini juga masuk sebagai salah satu materi yang diajarkan dan diulas pada program guru penggerak. 

Berikut adalah PDF materi mengenai asesmen diagnostik yang tentu sangat familiar bagi para guru penggerak:


Apabila Anda membutuhkan materi berbentuk PDF di atas, silahkan unduh PDF Materi Asesmen Diagnostik Lengkap. Anda bisa klik tautan tersebut lalu klik unduh. 

Bacaan terkait lebih lanjut: 

Esaiedukasi.com sebagai web pendidikan sahabat para guru Indonesia juga beberapa kali memposting artikel lain terkait, seperti: 

  • Pengertian Pretest dan Posttest, artikel ini akan memberikan insight mendalam mengenai dua jenis penilaian tersebut. 
  • Program Pengayaan, sebuah kegiatan yang dilakukan paska Sumatif/Formatif untuk memperkaya wawasan siswa di luar materi inti.

Demikianlah artikel kali ini, semoga bisa membantu Anda untuk makin memahami perihal apa itu asesmen diagnostik. 

Guritno Adi
Guritno Adi Penulis adalah seorang praktisi, inovator dan pemerhati pendidikan. Memiliki pengalaman terjun di dunia pendidikan sejak 2007. Aktif menulis di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Blog yang sedang Anda baca adalah salah satu situs miliknya. Memiliki kerinduan untuk melihat generasi muda menjadi generasi pemenang yang siap menyongsong era Industri 4.0

16 komentar untuk "Apa Itu Asesmen Diagnostik?"

Annisa Rizki Sakih 16 Juli 2025 pukul 10.42 Hapus Komentar

Jadi pelaksanaan asesmen diagnostik ini bisa dilakukan oleh guru pada saat awal pembelajaran dimulai?
Idealnya justru semacam quiz dadakan tanpa memberi informasi sbelumnya pada siswa atau orang tua kah?

Terimakasih sebelumnya.
Yuni Bint Saniro 17 Juli 2025 pukul 06.02 Hapus Komentar
Secara logika, emang sih aku merasa asesmen diagnostik nih penting banget. Dalam satu kelas dengan banyaknya siswa, nggak mungkin mereka punya tingkat pemahaman yang sama. Pasti beda-beda.

Kalau guru sudah punya hasil asesmen diagnostik di awal, maka dia akan lebih mudah untuk memberi pelajaran pada siswa-siswanya.
Wahid 17 Juli 2025 pukul 08.50 Hapus Komentar
Assesment diagnostik ini sering saya lakukan biasanya pas di awal pembelajaran, tujuannya untuk mengetahui profil siswa, kebutuhan dan juga sebagai langkah awal guru untuk menentukan model serta pendekatan yang cocok untuk gaya belajar siswa. Asesmen ini juga cocok untuk pembelajaran berdiferensiasi juga.
Suci 17 Juli 2025 pukul 09.04 Hapus Komentar
Tadinya sebelum baca lengkap, aku pikir asesmen diagnostik dilakukan oleh satu guru khusus, ternyata ngga ya.
Dilakukan oleh semua guru dan pelaksanaannya sebelum dimulainya pembelajaran.
Yaa dipikir2 emang penting ya, dengan mengenal karakter dan kemampuan siswa, jadi memudahkan guru mengajar dengan metodenya sendiri berdasarkan hasil asesmen.
Smogaa dengan pelaksanaan ini, siswa juga bisa belajar dengan lebih baik
Maria G Soemitro 17 Juli 2025 pukul 09.53 Hapus Komentar
semakin keren aja cara mengajar di Tanah Air
tanpa tulisan ini saya bakal masih mengira cara mengajar masih seperti dulu
Anak dipaksa menghafal sampai waktu ulangan tiba, sesudah itu lupa :D
Annie Nugraha 17 Juli 2025 pukul 11.22 Hapus Komentar
Saya setuju banget banget banget dengan serangkaian kalimat ini Mas. "Sebagai guru, kita bukan hanya penyampai materi, tapi juga arsitek pengalaman belajar siswa. Dengan memulai pengajaran melalui asesmen diagnostik, kita telah menunjukkan bahwa kita peduli pada kebutuhan mereka, bukan hanya kurikulum."

Ini namanya "memanusiakan" anak didik. Tidak semua ditakdirkan dengan IQ tinggi. Tidak semua paham materi pelajaran. Tidak semua bisa dengan mudah memahami dan mengadaptasi lingkungan belajar. Dan YES saya setuju banget jika ASESMEN dijalankan sebelum memberikan materi pendidikan.
Dian Restu Agustina 17 Juli 2025 pukul 11.54 Hapus Komentar
Kebayang sih, saat guru sedang mengajar di kelas yang baru dan di depannya ada 20-30 anak (di Jabar katanya sampai 50 anak, duh) dengan latar belakang, kemampuan, dan gaya belajar yang berbeda,,,maka perlu adanya asesmen diagnostik.
Kalau anakku yang kelas XI awal Agustus nanti menjalani Asesmen Nasional, kami OTM belum dapat sosialisasi tentang ini...:)
Katerina 17 Juli 2025 pukul 12.17 Hapus Komentar
Terima kasih ya Mas Adi untuk tulisannya yang sangat membuka wawasan.
Penjelasan tentang asesmen diagnostik dan non-kognitif benar-benar mengingatkan bahwa kesiapan belajar itu bukan cuma soal kognitif, tapi juga kondisi mental dan emosional siswa. Rasanya seperti diajak melihat lebih dalam, bukan cuma ke arah tujuan pembelajaran, tapi juga ke arah siswa sebagai manusia seutuhnya.
Katerina 17 Juli 2025 pukul 12.18 Hapus Komentar
Terima kasih ya Mas Adi untuk tulisannya yang sangat membuka wawasan.
Penjelasan tentang asesmen diagnostik dan non-kognitif benar-benar mengingatkan bahwa kesiapan belajar itu bukan cuma soal kognitif, tapi juga kondisi mental dan emosional siswa. Rasanya seperti diajak melihat lebih dalam, bukan cuma ke arah tujuan pembelajaran, tapi juga ke arah siswa sebagai manusia seutuhnya.
lendyagassi 17 Juli 2025 pukul 13.33 Hapus Komentar
Oh iya juga yaa..
Aku jadi paham sekarang kalau Asesmen Diagnostik ini penting sekali dilakukan agar pembelajaran ke depannya bisa lebih smooth.

Kebayang gimana riweuhnya satu atau dua guru menghadapi siswa baru yang bermacam-macam karakter dan latar belakangnya.

Btw, artikel mengenai Asesmen Diagnostik ini sangat lengkap sekalii dan bisa dijadikan panduan bagi guru di seluruh Indonesia.
Fenni Bungsu 17 Juli 2025 pukul 15.33 Hapus Komentar
Iya juga ya, dari sebelum masuk ke materi bisa dikasih asesmen dulu para siswanya. Nice info nih kak, bisa jadi masukan positif
Dee_Arif 17 Juli 2025 pukul 15.33 Hapus Komentar
Baca artikel ini, aku jadi paham sekarang kalau Asesmen Diagnostik ini penting sekali dilakukan agar pembelajaran ke depannya bisa lebih mudah dimengerti ya
Jalan-Jalan KeNai 17 Juli 2025 pukul 16.10 Hapus Komentar
Saya garis merah di bagian kesalahan umumnya. Menurut saya, aturan apapun sebetulnya bagus. Tapi, pelaksanaannya yang masih terasa kurang. Entah karena terlalu sulit dilakukan atau terlalu sering gonta-ganti. Semoga saja pendidikan Indonesia semakin baik.
tantiamelia.com 17 Juli 2025 pukul 17.14 Hapus Komentar
Lucu ya namanya, asesmen diagnostik!

Terima kasih banyak atas penjelasan yang jelas dan runtut tentang asesmen diagnostik ini. Sering kali istilah-istilah dalam dunia pendidikan terdengar teknis dan membingungkan, tapi tulisan ini berhasil memaparkannya dengan bahasa yang mudah dipahami.

Saya jadi semakin sadar pentingnya asesmen awal dalam proses belajar-mengajar, agar guru bisa menyesuaikan strategi dengan kebutuhan masing-masing murid membantu guru “mendiagnosis” kondisi awal siswa dan menjadikannya dasar untuk strategi pembelajaran yang lebih personal, efektif, dan inklusif.

Sukses terus untuk Esai Edukasi, semoga makin banyak tulisan informatif seperti ini ke depannya!

Reyne Raea 17 Juli 2025 pukul 20.43 Hapus Komentar
Jadi paham bagaimana apa itu asesmen diagnostik, dan memang penting banget ya dalam kegiatan pembelajaran.
Terbayang sih bagaimana sulitnya mengajar murid dengan berbagai karakter, sementara dalam 1 kelas ada puluhan anak kan
Matius Teguh Nugroho 20 Juli 2025 pukul 14.24 Hapus Komentar
Asesmen diagnostik ini penting dan perlu banget. Tanpa ini, murid yang sebenarnya cerdas bisa terkesan bodoh karena gaya belajar yang nggak sesuai. Kalau ada asesmen, kita jadi bisa melakukan penyesuaian.