Widget HTML #1

Penerapan Teori Konstruktivisme

 Teori belajar konstruktivisme adalah suatu teori pembelajaran yang beranggapan bahwa hasil belajar sebaiknya didasarkan pada pengalaman nyata dari peserta didik di dalam kehidupan sehari-hari mereka. 

Dibandingkan dengan dua teori pembelajaran sebelumnya, yakni behaviorisme dan kognitif, maka teori konstruktivisme tergolong sangat revolusioner karena bukan hanya melulu berputar di ranah psikologi, melainkan langsung memberikan fokus pada bidang pembelajaran secara langsung. 

Seperti namanya, maka siswa sebagai peserta didik dan subyek pembelajaran akan diminta untuk merekonstruksi pemahaman berdasarkan kegiatan nyata yang dilakukan. Tentu saja untuk hal ini, guru tetap ada sebagai pendidik, khususnya sebagai fasilitator pendidikan.

Dalam upaya membangun pemahaman tersebut, peserta didik setidaknya harus diberi pengetahuan tentang cara menyusun hipotesis serta bagaimana langkah untuk mengujinya.

Tentu saja pada tahap awal, khususnya pada pertemuan hari pertama dan seterusnya, fokus utama adalah penanaman konsep dari guru serta langkah-langkah untuk dilakukan siswa dalam menguji hipotesa mereka masing-masing. 

teori belajar konstruktivisme
teori konstruktivisme

Tokoh-tokoh Teori Konstruktivisme

Beberapa tokoh dari teori kognitif ternyata juga menyumbangkan pengaruhnya di bidang konstruktivisme. Selain itu memang ada beberapa yang murni mengembangkan konsep berbasis konstruktivisme. Mereka adalah : 

  • John Dewey 
  • Jerome Brunner
  • Lev Vygotsky 
  • Jean Piaget
  • George Kelly
  • Maria Montessori

Penerapan Teori Konstruktivisme

Sebenarnya bisa saja para guru sudah melaksanakan prinsip-prinsip penerapan teori konstruktivisme tanpa mereka menyadarinya.

Inti dari konstruktivisme, seperti penjelasan di atas, adalah bagaimana siswa belajar dengan cara menghubungkan informasi, konsep dan rumus yang didapatkan dari sekolah dengan kehidupan nyata mereka. 

Beberapa contoh dari penerapan teori belajar konstruktivisme antara lain : 

Eksperimen sosial. 

Seorang guru meminta siswa untuk membuat suatu karya tulis mengenai banjir yang kerap melanda daerah mereka. 

Sebelumnya, guru dan siswa sama-sama belajar mengenai air, daur air, kegunaan dan manfaat air bagi kehidupan, termasuk juga bencana yang ditimbulkan terkait dengan air.

Guru juga sudah menyelenggarakan diskusi mengenai penyebab-penyebab banjir dan langkah-langkah umum yang bisa dilakukan untuk mencegahnya.

Kemudian setelah semua sesi pembahasan teoritik tersebut selesai, guru meminta siswa untuk secara individu membuat rangkuman dan kemudian menuliskan bagaimana cara untuk mencegah banjir di daerah mereka. 

Contoh di atas adalah salah satu pembelajaran berbasis teori belajar konstruktif, dimana siswa akan mengalami pengalaman langsung untuk meneliti apa penyebab banjir, bagaimana antisipasinya dan solusi apa yang bisa diberikan.

Mungkin nanti akan banyak sekali ragam jawaban (mari kita harapkan mereka tidak melakukan contek berjamaah) terkait dengan cara pikir, sudut pandang, latar belakang hingga kemampuan mereka merekam informasi yang mereka dapatkan nanti di lapangan. 

Mungkin akan ada anak yang sudah bosan dengan solusi membuat poster himbauan dilarang membuang sampah di sungai karena itu tidak efektif. Ia lalu menyarankan sanksi sosial yang tegas kepada mereka yang mengotori sungai. Ini juga bentuk pembelajaran yang sangat baik, dimana siswa mampu mengekspresikan idenya yang berasal dari pengamatan nyata bahwa suatu larangan atau himbauan ternyata tidak berfungsi dengan baik.

Mungkin ada juga yang akan mengusulkan teknologi baru, seperti kanal darurat bawah tanah yang akan terbuka ketika air sudah meluber. Ini juga bagian dari hasil pemikiran mereka. 

Contoh selanjutnya dari penerapan konstruktivisme adalah kasus di bawah ini : 

Membuktikan Hipotesis

Di kelas IPA, seorang guru menantang para siswa untuk menebak, apa yang akan terjadi jika air dicampur dengan minyak goreng. Ia meminta siswa untuk menuliskan apa yang akan terjadi. 

Semua siswa, setelah menuliskan masing-masing kesimpulan awalnya, mereka kemudian diminta untuk membuktikan sendiri. 

Di akhir kegiatan, mereka kemudian saling berdiskusi dipimpin oleh sang guru, dengan tujuan menyamakan persepsi berdasarkan hasil percobaan yang sudah mereka lakukan. 

Kasus di atas tentu saja jamak terjadi di sekolah-sekolah dan memang itulah bentuk dari konstruktivisme dimana siswa mengalami sendiri dan menemukan sendiri suatu konsep atau kesimpulan. 

Kegiatan-kegiatan yang mencakup membandingkan, menemukan, membuktikan, memecahkan masalah, mencari latar belakang, menyimpulkan hingga menyusun alternatif solusi adalah contoh-contoh aktivitas konstruktif yang bisa dieksplorasi. 

Contoh penerapan teori konstruktivisme dalam pembelajaran lainnya : 

  1. Siswa membuktikan suatu konsep umum yang sudah diterima kebenarannya, misal rumus trigonometri ataupun formula menghitung kecepatan. 
  2. Guru mengajak siswa ke kebun binatang, museum atau taman wisata untuk melihat berbagai hal yang terkait dengan materi pembelajaran agar siswa merasakan langsung apa yang tertulis di buku. 
  3. Siswa mempresentasikan hasil pengamatan mereka terhadap sesuatu.
  4. Siswa saling berdiskusi mengenai suatu topik, baik yang terkait langsung dengan pengalaman mereka maupun suatu tema yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat.
  5. Siswa menonton suatu pertunjukkan drama, film atau karya seni dan memaparkan pemahaman mereka.
  6. Siswa melakukan pertunjukkan seni atau bermain peran.
  7. Guru meminta siswa membuat suatu rangkaian listrik, maket bangunan atau denah sehingga siswa bisa membangun pengetahuan serta keterampilan berdasarkan informasi yang sudah mereka dapatkan.Ini termasuk juga project based learning.

Kelebihan Konstruktivisme sebagai Teori Pembelajaran 

Setelah sedikit banyak membahas penjelasan dan contoh kegiatan konstruktivisme dalam pembelajaran, maka bisa disimpulkan ada banyak sekali kelebihan dari teori belajar konstruktif ini : 

  1. Memberi kesempatan siswa untuk merasakan sensasi hakiki dari pembelajaran, yakni menemukan konsep dengan berbagai cara, baik itu membandingkan, membuktikan, dll. 
  2. Berpotensi menanamkan rasa ingin tahu yang kuat, sebagai modal awal yang baik untuk menumbuhkan insan yang saintifik.
  3. Bisa menjadi sarana pembelajaran yang menyenangkan.
  4. Pembelajaran menjadi bermakna.
  5. Pembelajaran menjadi hidup, khususnya saat siswa saling mengungkapkan temuan mereka. 

Kekurangan Konstruktivisme sebagai Teori Pembelajaran

Meski demikian, ada banyak kritik bagi teori ini. Empat diantaranya memang menjelaskan bagaimana penerapan teori ini terkadang terlampau idelalis. 

  1. Guru benar-benar harus memberikan langkah-langkah yang detail kepada siswa dalam rangka mengkonstruksikan pengetahuan mereka. Selain itu, di akhir, harus ada sesi pencerahan dan penarikan kesimpulan yang dipimpin oleh guru. Pada hakikatnya, dalam sesi ini, maka muncullah behaviorisme sebagai sarana untuk antisipiasi adanya misleading dan mispersepsi yang mungkin ada di benak siswa. 
  2. Siswa, harus diakui, memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda. Jika menggunakan metode kerja kelompok dalam rangka efektivitas, maka harus dipastikan memang setiap siswa memberikan kontribusi yang maksimal. 
  3. Pembelajaran yang secara teori bisa sangat bermakna berpotensi gagal total jika guru terkesan hanya memberikan tugas meneliti tanpa mau menjadi seorang coach dan motivator, karena peran guru di sini bukan lagi sebagai satu-satunya sumber ilmu. 
  4. Akan terjadi perkembangan kognisi dan psikomotorik yang timpang jikalau suatu kelas ternyata terdiri dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. Misal, mereka yang dengan mudah mengakses internet dan TI akan mampu meningkatkan pengetahuan secara komprehensif. Sedangkan siswa yang kurang beruntung secara ekonomi, bisa saja tertinggal. 

Konstruktivisme bukan Teori Absolut

Dalam menentukan teori dan landasan pendidikan, entah itu behaviorisme, kognitif ataupun konstruktivisme, harus memperhatikan banyak aspek. 

Bisa dikatakan konstruktivisme adalah teori pembelajaran modern yang punya banyak kelebihan. Meski demikian, setiap guru wajib untuk mempelajari kelima teori pembelajaran populer yang ada dengan berimbang agar punya sudut pandang yang beragam. 

Guritno Adi
Guritno Adi Penulis adalah seorang praktisi, inovator dan pemerhati pendidikan. Memiliki pengalaman terjun di dunia pendidikan sejak 2007. Aktif menulis di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Blog yang sedang Anda baca adalah salah satu situs miliknya. Memiliki kerinduan untuk melihat generasi muda menjadi generasi pemenang yang siap menyongsong era Industri 4.0

Posting Komentar untuk "Penerapan Teori Konstruktivisme"