Widget HTML #1

Kesulitan dan Tantangan Penerapan Computational Thinking dalam Pembelajaran

Dalam menghadapi era digital yang terus berkembang, mengajarkan computational thinking di sekolah telah menjadi suatu kebutuhan mendesak. 

Konsep ini memberikan pondasi yang kuat untuk pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan kreativitas, tetapi tidak tanpa tantangan. Artikel ini akan menguraikan beberapa kesulitan dan tantangan terkait mengajarkan computational thinking di sekolah, didukung oleh bukti-bukti dari sumber-sumber akademis dan studi kasus yang relevan.

hambatan terhadap pelaksanaan computational thinking
hambatan terhadap pelaksanaan computational thinking

1. Kurangnya Pemahaman dan Kesiapan Guru

Salah satu kendala utama pelaksanan pembelajaran berbasis computational thinking adalah kurangnya pemahaman dan kesiapan guru terhadap konsep computational thinking itu sendiri. Sebagai suatu disiplin yang relatif baru di dunia pendidikan, banyak guru belum familiar dengan konsep ini dan cara mengintegrasikannya ke dalam kurikulum. 

Sebuah penelitian oleh Yadav et al. (2011) menunjukkan bahwa banyak guru tidak merasa percaya diri dalam mengajarkan computational thinking karena kurangnya pelatihan dan pengetahuan yang memadai (Yadav et al., 2011).

Contoh studi kasus dari University of California, Berkeley, menunjukkan bahwa pada tingkat sekolah menengah, hanya sekitar 40% guru yang merasa memiliki pemahaman yang memadai tentang computational thinking, dan sekitar 60% guru merasa perlu mendapatkan pelatihan tambahan (Grover et al., 2019). Ketidakpahaman ini menciptakan kendala dalam mentransfer pengetahuan komputasional kepada siswa.

2. Integrasi dengan Kurikulum yang Sudah Ada

Tantangan berikutnya terkait dengan integrasi computational thinking dengan kurikulum yang sudah ada. 

Penerapan konsep ini memerlukan perubahan signifikan dalam pendekatan pengajaran dan materi pembelajaran. 

Sumber akademis menunjukkan bahwa terkadang, guru kesulitan menemukan cara yang efektif untuk menyelaraskan konsep computational thinking dengan kurikulum yang sudah ada, terutama dalam mata pelajaran yang dianggap lebih tradisional seperti matematika dan sains (Wing, 2017).

Contoh studi kasus dari sebuah sekolah menengah di Singapura menggambarkan bahwa meskipun ada upaya untuk mengintegrasikan computational thinking dalam mata pelajaran matematika, guru masih mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keterkaitan yang jelas antara konsep-konsep komputasional dan kurikulum matematika yang sudah ada (Koh et al., 2014). 

Hal ini menunjukkan perlunya dukungan dan panduan yang lebih baik bagi guru dalam menyusun strategi integrasi yang tepat.

3. Tantangan Teknis dan Akses Teknologi

Tantangan teknis juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Sekolah-sekolah di berbagai wilayah mungkin menghadapi perbedaan akses terhadap teknologi yang dapat mendukung pembelajaran computational thinking. Kurangnya akses terhadap perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang memadai dapat menjadi hambatan serius.

Sebuah penelitian oleh Barker dan Aspray (2006) menyoroti ketidaksetaraan akses terhadap teknologi di sekolah-sekolah di Amerika Serikat, yang dapat mempengaruhi kemampuan sekolah untuk menyelenggarakan program pembelajaran komputasional yang efektif (Barker & Aspray, 2006). Hal ini menciptakan kesenjangan dalam peluang belajar antar siswa dan sekolah.

4. Evaluasi dan Pengukuran Kemajuan

Tantangan lainnya adalah mengukur dan mengevaluasi kemajuan siswa dalam mengembangkan computational thinking. Sistem evaluasi tradisional mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan siswa dalam hal pemikiran komputasional. Penilaian yang tidak tepat dapat mengarah pada ketidakpastian dalam menentukan efektivitas pengajaran dan pemahaman siswa terhadap konsep ini.

Contoh dari sebuah studi kasus di Inggris menunjukkan bahwa guru kesulitan menemukan metode evaluasi yang sesuai dengan perkembangan kemampuan computational thinking siswa mereka (Sentance et al., 2012). Hal ini menunjukkan perlunya pengembangan instrumen evaluasi yang sesuai dengan konteks pembelajaran komputasional.

5. Persepsi Orang Tua dan Masyarakat

Persepsi orang tua dan masyarakat juga dapat menjadi hambatan. Beberapa orang tua mungkin belum memahami sepenuhnya manfaat dari pengajaran computational thinking, dan ini dapat mempengaruhi dukungan mereka terhadap implementasi konsep ini di sekolah. Sebuah studi oleh Moreland et al. (2018) menemukan bahwa persepsi orang tua tentang kebutuhan akan pemahaman komputasional dapat mempengaruhi tingkat dukungan mereka terhadap program-program pembelajaran ini (Moreland et al., 2018).

Studi kasus dari sebuah sekolah dasar di AS menunjukkan bahwa ketika sekolah memperkenalkan program komputasional, ada beberapa kekhawatiran dari orang tua yang merasa bahwa waktu yang dihabiskan untuk pembelajaran komputasional dapat mengurangi fokus pada mata pelajaran inti seperti matematika dan bahasa (Flake et al., 2015). Membangun pemahaman dan dukungan dari orang tua menjadi krusial untuk kesuksesan pengajaran computational thinking di sekolah.

Atasi Kendala dan Tantangan terhadap Pembelajaran Berbasis CT secar Bijak

Prof Anita Lie pernah memberikan kuliah singkat dalam seminarnya mengenai tantangan abad 21, salah satunya ancaman perang secara global karena memperebutkan sumber daya alam. Untuk menghadapi tantangan abad 21 tersebut, Indonesia wajib menyiapkan generasi yang cerdas dan kreatif, salah satunya dengan mengajarkan CT. 

Mengajarkan computational thinking di sekolah bukanlah tugas yang mudah, dan berbagai tantangan perlu diatasi. 

Dari kurangnya pemahaman guru, integrasi dengan kurikulum yang sudah ada, hingga kendala teknis dan evaluasi, setiap tantangan memerlukan solusi yang cermat dan berkelanjutan. Meskipun begitu, manfaat dari penerapan computational thinking dalam proses belajar mengajar tidak dapat diabaikan. 

Dengan dukungan yang tepat dari pihak sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat, langkah-langkah menuju pendidikan berpikir komputasional dapat menciptakan pondasi yang kokoh bagi generasi yang siap menghadapi tantangan abad ke-21.

Guritno Adi
Guritno Adi Penulis adalah seorang praktisi, inovator dan pemerhati pendidikan. Memiliki pengalaman terjun di dunia pendidikan sejak 2007. Aktif menulis di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Blog yang sedang Anda baca adalah salah satu situs miliknya. Memiliki kerinduan untuk melihat generasi muda menjadi generasi pemenang yang siap menyongsong era Industri 4.0

Posting Komentar untuk "Kesulitan dan Tantangan Penerapan Computational Thinking dalam Pembelajaran"