Widget HTML #1

Paperless, Sebuah KEHARUSAN

Paperless. Mungkin sebagian besar dari kita tidak asing dengan istilah ini. Ya, paperless merujuk pada sebuah konsep mengenai bagaimana meminimaliskan penggunaan kertas, bahkan meniadakan sama sekali. Mungkinkah? Mengapa tidak.


paperless
memulai paperless

Sumber Daya Alam Yang Semakin Mengkhawatirkan. 

Semakin hari, sumber daya alam di planet tercinta kita semakin rusak. Selain karena pengelolaan yang buruk, bertambahnya populasi manusia plus polusi yang kian menjadi-jadi, membuat Bumi harus berjuang keras agar dapat mempertahankan eksistensinya.

Bayangkan saja, hampir setiap hari kita dapat melihat jumlah kendaran bermotor yang bukannya berkurang, justru bertambah dengan masif.

Juga pembukaan lahan pertanian dan industri pangan untuk memenuhi kebutuhan makanan manusia, yang sering harus dibarengi dengan kerusakan hutan.

Polusi, entah itu tanah, air dan udara juga berperan besar bagi kerusakan berbagai ekosistem di bumi ini.

Daftar yang sangat tidak mengenakan ini bisa menjadi sangat panjang. Intinya, manusia sebagai makhluk penghuni bumi harus mulai berpikir dan bertindak untuk bisa memperbaiki itu semua. Setidaknya tidak menambah kerusakan.

Banyak kertas = banyak pohon ditebang.

Kita harus ingat bahwasanya  semua kertas berasal dari pohon. Memang benar bahwa semakin hari, industri pulp dan kertas terus berinovasi agar semakin ramah lingkungan. Tetapi tetap saja, kertas berasal dari pohon*. 

Sedang untuk menanam pohon yang merupakan bahan baku kertas, seperti pohon akasia, sengon, pinus, aspen dan kayu putih, pastinya dibutuhkan lahan. Alangkah elok jika lahan itu dialihkan untuk kebutuhan yang lain yang lebih mendesak, seperti hutan cadangan air, hutan lindung atau bahkan suaka margasatwa alami. 

Lalu apakah kertas bukan kebutuhan mendesak?

Jawabanya Ya! Tapi kebutuhan akan kertas, sebenarnya bisa kita siasati akan tidak menjadi berlebihan. Inilah pentingnya konsep paperless.

Dengan paperless, kita akan berusaha mengurangi konsumsi kertas. Hal ini nantinya akan berdampak pada proses di hulu, yakni penggunaan lahan untuk pembudidayaan tanaman bahan baku kertas.

Saya kutip dari tulisan apik Dhea Nadya di Kompasiana, "Untuk memenuhi kebutuhan kertas nasional yang sekitar 5,6 juta ton/tahun diperlukan bahan baku kayu dalam jumlah besar yang mahal dan tidak dapat tercukupi dari Hutan Tanaman Industri (HTI) Indonesia, ironisnya kita lihat di sekeliling kita betapa banyaknya kertas yang ada di sekitar kita : dokumen, kemasan produk yang berlebihan, koran, majalah, brosur/leaflet/katalog produk, surat-surat, produk-produk sekali pakai, dan lain-lain. Padahal dengan memakai kertas bekas sebagai bahan baku kertas baru, sejumlah pohon, bahan kimia, air dan energi dapat dikurangi penggunaannya."

Selain itu, masih ada sederetan hal lain yang harus kita cermati. Seperti isu ketersediaan air bersih, konflik dengan penduduk lokal, konfrontasi dengan berbagai kepentingan lain seperti para pemangku adat dan petani/pekebun/peladang, hingga semakin hilangnya habitat bagi hewan-hewan hutan.

Percayalah, semua itu bisa kita minimalkan.

Dan paperless adalah salah satu solusinya. 
Keuntungan kebijakan Paperless.

Berikut adalah sedikit keuntungan dari kebijakan paperless:
  1. Anggaran akan semakin hemat.

  2. Meminimalisir bencana seperti abrasi, erosi, kelangkaan air, banjir, dll.

  3. Lahan penanaman pohon bahan baku kertas dapat dialihkan untuk kepentingan lainnya.

  4. Hemat energi, karena dalam proses produksi kertaspun juga dibutuhkan energi yang tidak sedikit.

  5. Dengan meminimalisir kertas dan memaksimalkan IT, data dan file akan lebih rapi.

  6. Pengolahan data dan file akan lebih efisien.

  7. Dapat sekaligus mengurangi penggunaan pensil, pena, tinta, penghapus, klip, dll.

  8. Menyingkat waktu mencacat dan menyalin. (Penggunaan kamera untuk memotret catatan di papan tulis).

  9. Menghemat anggaran daur ulang kertas. Atau jika kertas selama ini dihancurkan dengan dibakar, maka...

  10. Mengurangi polusi udara.

  11. Meja kantor/ tas menjadi lebih ringkas, dengan pemanfaat data berbasis IT (dalam bentuk document, pdf, ppt, dll yang sebanyak apapun bisa dimasukan dalam sebatang flashdisk/flopy A/CD/ media penyimpanan online).

  12. Dengan bantuan media penyimpanan dokumen online semacam Gdocs/Gdrive dan Mediashare, proses editing menjadi lebih mudah ketimbang menggunakan kertas.

Daftar yang sangat tidak mengenakan ini bisa menjadi sangat panjang. Intinya, manusia sebagai makhluk penghuni bumi harus mulai berpikir dan bertindak untuk bisa memperbaiki itu semua. Setidaknya tidak menambah kerusakan.

Tentu masih banyak keuntungan lainnya yang bisa anda tambahkan sendiri. Selain sangat menguntungkan di sisi ekonomis, ternyata paperless juga sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan.


Paperless School, Paperless dalam dunia pendidikan.

Selama ini istilah paperless sudah mulai memasyarakat tapi masih belum teraplikasi. Hanya dunia kantor dan administrasi yang mencoba untuk familiar dengan istilah ini, hingga muncullah frasa Paperless Administration atau saudara kembarnya, Paperless Office.

Padahal, dunia pendidikanlah yang harusnya mempelopori gerakan ini!

Mengapa?
  1. Pendidikan/sekolah adalah institusi yang sangat berperan dalam konsumsi kertas.

  2. Pendidikan adalah pintu gerbang menuju dunia kerja.

  3. Paperless seharusnya sejalan dengan nilai-nilai pendidikan, tetapi nyatanya belum dimaksimalkan dengan baik.

  4. Diakui atau tidak, banyak pemborosan kertas dan penggunaan kertas yang tidak bijak, khususnya di dunia pendidikan. Skripsi misalnya.

  5. Dengan teraplikasinya gerakan paperless di dunia pendidikan, maka anggaran bisa dihemat untuk selanjutnya bisa dialihkan ke bidang lainnya.


Lalu bagaimana pengaplikasian paperless dalam dunia pendidikan? Berikut adalah sedikit contoh yang bisa kita cermati:
  1. Menggunakan docs dan PPT untuk proses pengajaran. Mengurangi handout.

  2. Menerapkan flipped-classroom.

  3. Memaksimalkan e-library dan e-book.

  4. Mengunggah tugas melalui media sosial atau Google Drive.

  5. Penulisan draft skripsi/kertas karya/tugas akhir plus konsultasi dilakukan di GDrive.

  6. Melakukan daur ulang kertas bekas.

  7. Memberdayakan kertas yang masih bisa dipakai untuk kepentingan lain, amplop atau crafting misalnya

  8. Menggunakan format yang efisien dalam penulisan (font, space, parragraph, header. footer, dll).

  9. Tugas administrasi sekolah/guru/dosen berbasis online atau IT.

  10. Memasukan paperless ke dalam kurikulum.

Tantangan/hambatan dalam melakukan kebijakan paperless.

Walau sebenarnya ini konsep yang brilian, sayang masih ada beberapa hambatan yang harus dibenahi. Hambatan tersebut antara lain:
  1. Pola pikir yang sulit diubah.

  2. Keengganan untuk mempelajari IT, padahal IT jauh lebih efektif daripada kertas.

  3. Kadang harus berhadapan dengan mereka yang selama ini sudah nyaman dengan adanya anggaran kertas.

Ayo mulai!

Paperless memang layaknya mimpi yang indah, tapi dunia nyata jauh lebih keras dari sekedar dunia mimpi. Walau sulit, tetapi bukan berarti mustahil. Mari kita gelorakan semangat paperless, setidaknya dari diri kita sendiri.

Konklusi : Paperless bukan lagi sebuah alternatif tetapi merupakan sebuah kewajiban. Plane kita sudah semakin menderita dan bahaya yang sangat besar sudah semakin mendekat. Hanya ada dua pilihan, berubah atau binasa.

Catatan Tambahan:

*silahkan klik link ini untuk melihat video pembuatan kertas.
Guritno Adi
Guritno Adi Penulis adalah seorang praktisi, inovator dan pemerhati pendidikan. Memiliki pengalaman terjun di dunia pendidikan sejak 2007. Aktif menulis di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Blog yang sedang Anda baca adalah salah satu situs miliknya. Memiliki kerinduan untuk melihat generasi muda menjadi generasi pemenang yang siap menyongsong era Industri 4.0

Posting Komentar untuk "Paperless, Sebuah KEHARUSAN"